Minggu, 20 April 2008

Hari Kartini

Besok hari Senin, seperti biasa ada upacara bendera. Bukan aku, tapi Xti yang upacara. Kebetulan pas tanggal 21 April. Hari Kartini. Untuk Xti yang baru kelas 2 SD tidak ada yang neko-neko. Cukup latihan lagu Ibu Kita Kartini hari Sabtu kemarin. Tapi ternyata aku jadi ikut "heboh" dalam rangka hari Kartini besok. Bukan tentang Xti. Tapi tentang Vina, kakak Henry teman Xti; yang sekolah di SMP Tarakanita yang notabene adalah sekolah khusus anak perempuan alias cewek alias wedok alias wadon, besok kudu harus wajib pakai kebaya. Ceritanya, sang mama kebingungan cari kebaya untuk si putri sulungnya. Aku maklum banget kalau beliau tidak prepare kebaya di rumahnya. Banyak faktor; satu, asal dari Bangka. Dua, keluarga keturunan Cina. Tiga, gak nyangka gitu lho kalau musti berkebaya. Sejak aku tinggal di Jakarta memang belum pernah aku melihat ada sekolah yang mengharuskan berkebaya di hari Kartini. Mungkin ada, tapi hanya dalam hitungan jari.
Si mama sudah usahakan, tapi ternyata kalau gak kekecilan ya kedodoran. Akhirnya aku ikut bongkar-bongkar baju. Seingatku kebaya wisudaku aku boyong juga ke Jakarta. Tapi gak ada juga. Satu-satunya yang lumayan gak kedodoran di badan Vina ya kebayaku pas pernikahan di Gereja. Dulu beratku cuma 47 kg. langsing ya?
Niatnya sih, kebaya mau disimpan untuk Xti nanti kalau sudah gede. Aku pikir-pikir lagi, kayaknya gak problem deh kalau dipinjam dulu, toh belum tentu nasib kebayaku baik-baik saja saat Xti dewasa nanti. Yang penting Xti bisa baik-baik saja dan siap menjadi perempuan masa depan sebaik-baiknya. Baik Bu!

Selasa, 08 April 2008

Bikin Kue lagi...

Setelah seminggu kemarin digeber pesenan kue ultah bentuk hati untuk para suami (heran deh, kok para suami teman-temanku itu ulang tahun bisa cuma beda hari saja sih?? Janjian kali ya...) giliran minggu ini "teken kontrak" bikin kue potong. Mumpung ada hari kosong, benar-benar kupakai untuk ...tidur! Masalah lagi, kalau kue yang dipesan judulnya itu-itu saja. Wah, bete jugalah aku ini! Kayak gak ada tantangan gitu. Bosen. Eneg juga. Bahkan terkadang hilang selera makanku. Hihihi... kok kayak cerita tentang sesuatu yang nggilani ya? Belum lagi kalau serasa kehabisan waktu, ibarat bikin laporan yang kena dead line gitu deh! Tapi ya tetep saja kujalani, ta'lakoni, lha menghasilkan juga sih, hehe...
Tapi jangan harap di rumahku selalu berlimpah ruah kue dan makanan. Bahkan suamiku pernah protes, "Tukang bikin kue kok di rumah gak pernah ada kue?" Ya habis mau bagaimana lagi, kalau pesanannya dihitung per-loyang, masak ya mau kucuil or kucemol untuk persediaan di rumah? Gak mungkin banggetlah...

Peri Telur Paskah

Sebenarnya lomba menghias telur Paskah sudah lewat, 1 minggu yang lalu. Tapi pengumuman dari bu guru baru hari Jumat kemarin. Xti seneng soalnya dia menang, peri telur Paskahnya juara satu. Padahal ada hasil karya lain yang lebih bagus. Usut punya usut, ternyata kreasi si teman sudah 'jadi' dari rumah. Alhasil batal deh menang. Sebenarnya ada beberapa bagian dari 'peri'nya yang dibantuin sama maknya. Badan. Tapi mungkin karena dia jujur sama bu guru merupakan point plus buat hasil karyanya. Hadiahnya tergolong biasa saja, tapi istimewa buat dia, diary dengan icon si cutie Barbie. Isi diary-nya bukan tentang dirinya, tapi tentang semua teman-teman di kelas, terutama yang sakit (kayak buku absensi aja...). Si Ini gak masuk sekolah karena sakit flu, si Anu sakit kepala, si... siapalah diare sejak dari rumah.
Sampai hari ini, peri-peri itu (Xti bikin 2 peri) belum dibongkarnya. Masalahnya, umur telur rebusnya sudah 2 minggu. Sudah pasti basi. Sudah pasti bakal dibuanglah. Tapi kapan? Xti masih belum tega. Ya sudahlah...